Bojonegoro Post ~ Kali ini ada sedikit membahas tentang profil salah satu pejuang Cybex di Bojonegoro, saya rangkum dari pembicaraan pribadi dan saya muat di beberapa media yang saya sendiri ikut di dalamnya, salah satunya adalah Bojonegoro Post.
Rifaun Naim (Fauns) bersembunyi di balik Kesederhanaan dalam mengoperasikan Website desa (Webdes) dan memandu pendampingan Kelompok Informasi Masyarak (Kim) yang ada di seluruh Kabupaten Bojonegoro, dan lain sebagainya.
Rifaun Naim (Fauns) bersembunyi di balik Kesederhanaan dalam mengoperasikan Website desa (Webdes) dan memandu pendampingan Kelompok Informasi Masyarak (Kim) yang ada di seluruh Kabupaten Bojonegoro, dan lain sebagainya.
Adalah ketua Relawan TIK Bojonegoro yang meng-handel itu semua, namun saat aku main ke rumahnya, hampir tak percaya. Yang selama ini saya fikirkan dengan fasilitas gelamor, dengan Wifi berspeet super cepat, dan laptop yang canggih, sehingga mampu menoperatoro Wedes dan mendamingi KIM sedemikian hebarnya.
Namun jauh dari itu semua, saat malam itu (20- September) saat saya main dan menginap dirumahnya, tepatnya di desa Ngraseh Kecamaan Dander Bojonegoro Jawa Timur, (selatan Pasar Mojoranu). Hampir tak percaya, ia mengandalkan modem dengan kartu yang katanya paling murah namun banyak bonus internetnya.
Dan dengan kondisi Laptob yang terus bersandar pada lemari. Tak percaya, di samping keuletannya membantu dan ikut serta mensukseskan prokgram Dinas Komunikas dan Informatika (DinKominfo), hanya denga fasilitas sedemikian minimnya.
Saya salut dengan perjuangannya, untuk ikut serta menyukseskan program Dinkominfo dan ikut mendukung Kang Yoto (Bupati Bojonegoro), dalam programnya menjadikan Bojonegoro sebagai Lumpung pangan dan energi untuk negeri, meski dalam hal promosinya saja lewat jejaring Internet. Saat iseng-iseng saya tanya.
“Un, masak kamu ngoperasikan WEBDES dan KIM itu kamu dapet berapa dari Dinas?”.
“Dapat apa tho Sho? Kita kan Relawan ya ngebantu aja, kalau di beri ya di terima, tapi kalau meminta jasa ya, bukan relawan tho namanya”. Jawabnya sambil terus mantengin monetor yang sandar di lemari.
Saya pun merayu, agar paling tidak minta jaringan internet yang murah dari pada terus isi paketan kartu yang bisa menguras uang pribadi yang sangat besar, namun ia hanya menjawab dengan santai.
“Alah sho, begini aja aku sudah bersyukur, dari pada di desamu? Sinyal ae gak enek, (sinyal aja gak ada)”, candanya sampil tertawa lepas.
Rifaun Naim, dengan kesederhanaannya mengolah Webdes dan lainya. |
Untuk rekanku Faun maaf sebelumnya, jika tulisan ini tidak anda setujui, karena saya sendiri merasa prihatin dengan kondisi yang kau alami, meski jauh di atas saya, namun tugasmu juga lebih berat dari ku selain menangani 240 Website Desa, pendampingan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), seminar Haching Galow IT, sosialisasi Internet Pedesaan, dan lainnya, sangat miris jika hanya mengandalkal modem perkecepatan paling rendah untuk itu semua, dan satu Unit Laptop yang butuh sandaran untuk berdiri karena engselnya gak fungsi.
Meskia kau mengaku hanya susah saat laptopmu mati mendadak karena kepanasan, meski sudah pake kipas bawah dobel 2 dan kipas angin besar dari luar, kau masih terus berusaha keras agar 240 Website Desa sukses.
Meski kau diam saja saat kau mengeluarkan uang dari kantong pribadi, meski hanya 100 ribu per dua minggu, itu sanagat besar menurutku.
Dari itu saya tercengang jika kau tak dapat apa-apa dari jasamu ini. Benar kata Anis Baswedan, “Relawan itu tak di gaji bukan karena takberharga, namun sangat tak ternilai jasanya”.
Walau demikian kita tak bisa menghindar kalau kita punya batas kemampuan, dari segi apapun itu, dan saya harap, ada yang melirik, sedikit kekuranagn itu.
Bukankah kita saling mebutuhkan?. Yaaa, semoga semua itu akan ada imbal baliknya. Jangan sampai kita menanam benih, namun tak dapat menuai.
Rifaun Naim, saat bekerja lembur dengan laptop dan modemnya yang setia. |
Semoga keceriaan kita saat sukses dalam sebuah program kerja, tak lantas membuat silau mata, baik mata kita sendiri, mauun mata orang yang ada di sekeliling kita.
Dan kita bisa berangkat ke festival DESTIKA 2014 di Majalengka, meski dengan jerih payah pribadi. Jangan kecewakan pemuda Bojonegoro dengan Ego.
Semangat Relaean TIK, Semangat Pemuda Bojonegoro. Jangan gantungkan kaki di tongkat orang lain, jika tak mau di jegal langkah kita. Maju terus karya pemuda Bojonegoro.(SW/BPost)
Posting Komentar